Adalah
Komisi E DPRD Sumut, Kamis (22/1), menggelar RDP dengan konsultan PT
Four A dan jajaran Dinas Pendidikan se-Sumut. Four A adalah perusahaan
yang bergerak dibidang IT untuk dunia pendidikan.
RDP yang berlangung di gedung dewan hari itu dipimpin oleh Sekretaris Komisi E Firman Sitorus. Hadir Kepala Dinas Pendidikan Sumut Masri, para kepala dinas dan perwakilan Dinas Pendidikan se-Sumut, serta sejumah staf dari PT Four A.
Menurut
pengamatan Waspada, isi dari pertemuan hari itu adalah mendengarkan
paparan dari PT Four A tentang pentingnya produk mereka digunakan untuk
dunia pendidikan. Mereka menawarkan produk dengan nama Interactive Whiteboard (IWB).
Dari
paparan yang disampaikan pihak PT Four A, diketahui bahwa IWB adalah
sebuah papan interaktif multi touch (pen dan sentuhan tangan) yang kaya
fitur, menggabungkan warna, gerak dan aktivitas suara yang terintegrasi built-in speaker penguat suara stereo sebagai pendukung presentasi.
Manfaat Interactive Whiteboard, diantaranya mampu mengubah metode presentasi yang sifatnya masih konvensional ke sistem
yang lebih interaktif. Karena sarana presentasi multimedia sudah berupa
media teks, grafis, foto, gambar, audio, video serta animasi secara
integrasi.
Sarana ini diyakini memungkinkan
pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas menjadi lebih aktif,
kreatif, efektif dan tidak membosankan. Juga akan membuat semua siswa
dari berbagai tingkat pendidikan berpartisipasi dalam kegiatan di kelas.
Serta mengurangi beban guru dalam mengajar. Karena sudah ada satu
solusi dan kemudahan memberikan bahan ajar yang menarik.
Jadi perantara
Hal
aneh yang dilakukan Komisi E DPRD Sumut dalam hal ini adalah dewan
sudah bersikap menjadi perantara antara perusahaan dengan Dinas
Pendidikan (sekolah). Hal ini sama sekali tidak berkaitan dengan tiga
fungsi yang melekat pada dewan. Yakni fungsi legislasi, anggaran dan
pengawasan.
Beberapa
anggota Komisi E juga mengaku tidak sependapat dengan rapat yang
dilakukan hari itu. Beberapa dari mereka memilih tidak menghadiri RDP.
Alasannya, bukan tugas dewan untuk memfasilitasi penjualan produk.
‘’Sekarang
memang hanya untuk mendengarkan paparan tentang manfaat produk itu
untuk dunia pendidikan. Saya juga setuju dunia pendidikan kita harus
menggunakan IT. Tapi jangan RDP dijadikan forum promosi produk,’’ kata
seorang anggota Komisi E.
Disebutkan
juga bahwa kegiatan yang dilakukan Komisi E hari itu sangat berlebihan.
Sangat terkesan dewan ingin ‘memaksa’ Pemprovsu untuk membeli produk
itu dan dimasukkan ke sekolah-sekolah.
Disebutkan
seorang anggota Komisi E, bukan tugas dewan memfasilitasi sosialisasi
produk. Dewan hanya mengkaji anggaran yang dibutuhkan dan melakukan
pengawasan tentang manfaat produk itu setelah digunakan.
Sekretaris
Komisi E DPRD Sumut Firman Sitorus, usai memimpin Rapat Dengar Pendapat
hari itu tidak mau berkomentar banyak ketika ditanya wartawan tentang
kesan bahwa dewan sudah bertidak sebagai perantara dalam pemasaran
produk.
Wartawan
juga bertanya bahwa yang dilakukan Komisi E sudah melenceng dari
fungsinya. Harusnya, dewan tidak terlibat dalam masalah sosialisasi, atau malah pembelian produk. Komisi E baru terlibat dalam melakukan pengawasan bila kegiatan itu sudah menjadi program Pemprovsu.