Warga Jalan Timah Tidur Berhimpitan di Musola
Sabtu, 29 November 20140 komentar
Nasib ratusan warga yang selama ini berdomisili di pinggiran rel Kereta Api di Jalan Timah, pasca digusur oleh PT KAI Divre Sumut-NAD memang dramatis. Sebanyak 60 KK yang sudah puluhan tahun mendiami lokasi itu tidak tahu mau ke mana setelah rumahnya diratakan oleh eksavator, Rabu (25/11).
Mereka pun memilih untuk tidur berhimpitan di Musola Al Ikhlas yang terletak di sisi kiri di pinggiran Rel KA da nada sebagian yang memilih untuk tidur di meja-meja jualan pedagang di pasar Timah.Seorang warga, 42, Heni yang rumahnya sudah rata dengan tanah mengatakan dirinya tak bisa berbuat apa-apa lagi. Setelah suaminya meninggal dunia, dia harus berkorban
seorang diri untuk menghidupi dan menyekolahkan tujuh orang anaknya. Dan kini setelah rumahnya dibongkar, dia dan anak-anaknya tak tahu mau ke mana lagi tempat untuk berteduh dari panas dan hujan.
“Lihatlah ini, kami makan pun sekarang dari bantuan tetangga yang tak tega melihat saya dan anak-anak, merekalah yang datang membawakan makanan untuk kami,” ujar Heni , Rabu (26/11).Tak hanya itu, Heni punharusmenanggung beban yang berat ketika anaknya yang masih berusia tiga tahun kemarin malam meminta untuk pulang ke rumahnya. “Dia (anaknya yang berusia 3 tahun), tidak tahu kalau rumahnya sudah tidak ada.
Ketika semalam kami tidur berhimpitan di Musola, dia tidak bisa tidur, susah hati saya. Dia terus menangis dan bilang tidak bisa tidur. Dikatakannya, Mak.., Ayoklah kita pulang ke rumah, tidur di rumah,” ujar Heni sambil meneteskan air mata.Heni hanya bisa menyeka air matanya dan mengatakan dirinya akan tetap bertahan di lokasi tersebut. “Saya tidak tahu lagi mau ke mana pergi dan membawa anak-anak saya, saya akan tetap bertahan di sini,” kata Heni.
Sementara itu, Ani dan warga lainnya terlihat sudah menjual puing-puing rumahnya
kepada pemborong material bangunan bekas di Jalan Pahlawan. “Rumah saya itu kan
masih ada yang bisa dipakai puing-puingnya seperti broti, papan dan seng, itu saya
borongkan Rp1 juta dari situlah nanti untuk biaya makan saya,” kata Ani.
Begitu juga warga lainnya, Misnaini, 55, yang mengatakan dirinya menjual material
bekas rumahnya kepada pemborong. “Ada tiga rumah itu, rumah saya, rumah adik dan
rumah kemenakan. Sudah kami borongkan Rp1,5 juta. Lumayanlah nanti bisa
menambah kami mencari-cari rumah sewa, karena mau ke mana lagi kami kalau tidak
mencari rumah sewa,” kata Misnaini.
Dari pantauan , sejumlah pekerja dari pemborong material
bangunan bekas itu terlihat mulai mengumpulkan barang-barang bekas yang masih
bisa digunakan seperti seng, balok, broti, papan juga wayar.”Kalau tadi malam saya
terpaksa tidur di meja pedagang yang ada di pasar Timah, habis mau ke mana lagi,”
kata Misnaini yang sehari-hari sebagai penarik becak bermotor ini.
Sementara itu, Humas PT KAI Divre Sumut-NAD, Jaka Jakarsih mengatakan, pihaknya tidak akan melakukan relokasi terhadap warga yang terkena gusur, sebab status warga yang tinggal di lokasi itu merupakan penyewa di tanah milik PT KAI. “Makanya ketika kami sekarang mau menggunakan lahan itu, tentu kami harus menggusur mereka. Sebelumnya, kami sudah usulkan unuk memberikan Rp1,5 juta untuk dana pengganti pembongkaran rumah, tapi mereka menolak, kalau sekarang tidak lagi lah, karena warga bukan membongkar sendiri tapi kami yang membongkarnya,” kata Jaka.
Jaka juga mengatakan setelah eksekusi dilakukan ada warga yang berdomisili di pinggiran rel KA di Jalan Timah tepatnya di sisi Kiri yang mendatangi kantor PT KAI.