Tolak Pilkada Lewat Legislatif
Rabu, 17 September 20140 komentar
Pernyataan sikapnya, massa demontran kegedung DPRD SU yang dikordinir James Ambarita ini, secara tegas menyampaikan penolakannya terhadap RUU Pilkada yang akan diparipurnakan DPR-RI pada 25 September ini,Seratusan orang dari berbagai elemen masyarakat Sumut yang tergabung dalam "Musyawarah Rakyat Sumut” unjuk rasa ke DPRD Sumut, Kamis (17/9) dan memberi hadiah kepada anggota dewan berupa dua ekor tikus putih sebagai simbol penolakan masyarakat terhadap RUU Pilkada karena sangat bertentangan dengan nurani rakyat, sebab memilih pemimpin merupakan hak konstitusional rakyat yang harus dijaga dan dilindungi negara.
“Sebagai wujud prinsip kedaulatan, rakyat berhak memilih sendiri pemimpinnya yang diberikan amanat untuk menyelenggarakan berbagai kebijakan
pembangunan. Jika hak itu dicabut melalui revisi RUU Pilkada yang sedang dibahas DPR RI, berarti negara dianggap telah merampas hak konstitusional rakyat,” tegas Ambarita.
Selain itu, tambahnya, mekanisme pemilihan langsung, baik presiden/wapres maupun kepala daerah merupakan bagian dari partisipasi politik karena memberikan ruang yang lebih luas untuk melahirkan pemimpin baru pilihan rakyat.
“Dengan pemilihan secara langsung tersebut, calon pemimpin memiliki kesempatan lebih luas untuk mendekati rakyat, sekaligus menjaring berbagai aspirasi yang berkembang. Artinya, rakyat dapat meminta pertanggungjawaban langsung terhadap kepala daerah yang mendapatkan amanat untuk memimpin pembangunan,” katanya.
Sementara Pilkada melalui legislatif sangat rentan dengan praktik politik uang dan hanya memunculkan pemimpin yang tidak mengakar ke rakyat, sehingga massa pengunjuk rasa mendesak DPRD Sumut menyampaikan aspirasi mereka ke DPR RI untuk ditindak-lanjuti.
Pengunjuk rasa akhirnya diterima sejumlah anggota DPRD Sumut yakni Budiman Nadapdap (PDI Perjuangan), Sopar Siburian (Partai Demokrat), Yasir Ridho Lubis (Partai Golkar), Anhar Monal (Partai NasDem), Arripay Tambunan (PAN), dan Yantoni Purba (Partai Gerinda) seraya berjanji untuk segera menyampaikan aspirasi pengunjuk rasa ke DPR RI yang sedang membahas RUU Pilkada yang berisi proses pilkada.
Setelah berdialog, pengunjuk rasa meminta enam anggota DPRD Sumut tersebut untuk menandatangani kain putih panjang yang berisi penolakan atas pilkada melalui legislatif.
Namun hanya Budiman Nadapdap (DPI Perjuangan) dan Sopar Siburian (Partai Demokrat) yang bersedia menandatangani kain putih sebagai pernyataan penolakan terhadap RUU Pilkada, sehingga pewakilan pengunjuk rasa "menghadiahkan" tikus putih sebagai pertanda harapan agar wakil rakyat itu tidak melakukan tindakan yang merugikan negara.
"Ini isyarat dari kami agar bapak-bapak tidak menjadi tikus yang menggerogoti keuangan negara dan harus berani menolak RUU Pilkada, karena proses pemilihan kepala daerah secara langsung mendekatkan rakyat dengan calon pemimpinnya melalui penyelenggaraan tahapan pemilihan umum yang bebas, jujur dan adil,” teriak Ambarita.