Gonjang ganjing Pencalonan Legislatif PN Medan Tetapkan Tahan Manahan Pernah Tersangkut Pidana

Jumat, 31 Mei 20130 komentar


Medan
Pengadilan Negeri  (PN)Medan telah menyatakan bahwa bakal calon
legislatif (bacaleg) dari Partai Demokrat, Tahan Manahan Panggabean
pernah tersangkut pidana dalam kasus kekerasan. Pernyataan tersebut
disampaikan secara tertulis kepada KPU Sumatera Utara, usai melakukan
pertemuan dengan mereka kemarin.

"PN mengeluarkan surat keterangan normative, dan keputusan dari PN, PT
dan kasasi semua dilengkapi dan menyatakan bahwa Tahan Manahan divonis
dalam kasus kekerasan sesuai dengan pasal 146,” kata Surya Perdana,
Ketua KPU Sumatera Utara, Selasa (28/5/).

Meski menyatakan riwayat hukum Tahan Manahan berkaitan dengan masalah
kekerasan, namun PN Medan menurut  Surya Perdana tidak mencantumkan
apakah pasal 146 KUHP yang dikenakan terhadap yang bersangkutan
tergolong pidana politik atau kriminal murni.

"Sampai sekarang PN tidak menjelaskan apakah hal itu masuk ranah
pidana politik atau tidak,” sebut Surya Perdana.

Merunut ke belakang pencalonan Tahan ini sendiri sudah menggulirkan
polemik sejak nama Tahan muncul dalam DCS. KPU awalnya meminta
penjelasan kepada PN Medan atas status pidana Tahan dan Jumongkas yang
divonis terlibat kasus Protap yang menewaskan Ketua DPRD Sumut Aziz
Angkat.

Sementara itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut sendiri masih menunggu
fatwa hukum dari Mahkamah Agung (MA) untuk memutuskan polemik
pencalegan bacaleg terpidana. Hal ini diungkapkan Ketua KPU RI Husni
Kamil Manik usai memberikan materi di hadapan anggota KPU
kabupaten/kota di Aula Sekretariat KPU Sumut Jalan Perintis
Kemerdekaan Medan, Jumat (31/5).
"Kita sudah meminta fatwa ke MA klasifikasi terpidana politik itu
seperti apa," ujar Husni kepada sejumlah wartawan. Jawaban Husni ini
merujuk pada polemik pencalonan dua terpidana kasus Provinsi Tapanuli
(Protap) Tahan Manahan Panggabean dan Jumongkas Hutagaol yang maju
menjadi bacaleg DPRD Sumut Pemilu 2014.

Seperti diketahui, Tahan Manahan yang dicalonkan Partai Demokrat
mengklaim dirinya sebagai terpidana politik, bukan terpidana umum.
Dalam klaim ini, Tahan melampirkan pendapat hukum dari kuasa hukumnya
sendiri serta makalah seminar pencalonan bacaleg terpidana.
Fatwa dari MA menurut Husni, sangat diperlukan. Karena menurut Husni,
MA-lah yang punya domain menentukan terpidana politik atau terpidana
umum. "Mereka kan yang punya kewenangan menjelaskan itu. Mudah-mudahan
awal minggu depan sudah ada jawabannya," ungkapnya.
Ngotot
Tahan Manahan juga ngotot menyebutkan, kasus unjuk rasa tersebut
sebagai peristiwa politik, sehingga tidak akan mengganjalnya untuk
maju kembali sebagai bacaleg dari Partai Demokrat.

Adanya unjuk rasa yang berakhir pada bubarnya sidang paripurna waktu
itu menjadi alasannya menyebut kasus tersebut murni sebagai peristiwa
politik.

"Saya kan dituduhkan pasal 146 tentang membubarkan sidang, yang
terjadi waktu itukan demonstrasi, jadi pasal 146 itu kasus politik,
jadi saya dikecualikan dari undang-undang itu (undang-undang no 8
tahun 2012 tentang pemilu)," katanya.

Tahan Manahan berkeyakinan, meskipun dalam pasal 146 tersebut memiliki
ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara, namun adanya pengecualian
tersebut akan membuatnya lolos sebagai caleg.

Sayangnya, Tahan Manahan tidak memiliki legalitas yang menguatkan
pernyataannya tersebut. Ia hanya mendasarkan pernyataannya pada
konsultan hukumnya.

"Dari beberapa pakar yang saya tanya semua berpendapat seperti itu,"
kilahnya.(ndo)
Bagikan Berita Ini :
 
Support : Creating Website