PDAM Tirtanadi Hapus Denda Keterlambatan

Rabu, 26 November 20140 komentar

KETERANGAN - Direksi PDAM Tirtanadi dan Sekretaris Dewan Pengawas PDAM Tirtanadi saat memberikan keterangan kepada wartawan, Rabu (26/11). andalas/ist
PDAM Tirtanadi meniadakan denda bagi para pelanggannya yang terlambat membayar rekening air Bulan November dan Desember 2014. Peniadaan denda ini sehubungan dengan adanya kendala pada sistem pembayaran rekening air secara online.
Hal itu disampaikan Direktur Administrasi dan Keuangan PDAM Tirtanadi H Ahmad Thamrin SE MPsi didampingi Direktur Operasi Mangindang Ritonga SE MM, Direktur Perencanaan dan Produksi Ir H Tamsil Lubis, Sekretaris Dewan Pengawas Hardi Mulyono SE MAP, dan Kadiv PR Ir Amrun kepada wartawan, Rabu (26/11).
Thamrin mengatakan kerja sama dengan beberapa bank seperti BRI, BNI, Mandiri, Bank Sumut, BTN, dan Kantor Pos ternyata hingga kini belum bisa melayani pembayaran rekening air PDAM Tirtanadi sehubungan dengan adanya kendala teknis dan administrasi di internal bank tersebut.
“Sampai saat ini baru Bank Bukopin yang dapat menerima pembayaran rekening air secara online, sedangkan bank lainnya kemungkinan baru akan terlaksana di Bulan Desember nanti,” jelasnya.
Mengingat banyaknya antrean pelanggan yang akan membayar rekening air di loket-loket Kantor Cabang Pelayanan PDAM Tirtanadi, Manajemen PDAM Tirtanadi memutuskan untuk tidak akan memberikan sanksi/denda atas keterlambatan pembayaran rekening air.
"Pelanggan dibebaskan dari denda keterlambatan pasca-diberlakukannya pembayaran rekening air secara online mulai Bulan November 2014 ini," jelasnya.
Thamrin mengaku, sampai saat ini pembayaran rekening air di loket-loket Cabang Pelayanan PDAM Tirtanadi baru mencapai 40 persen dan 20 persen dari Bank Bukopin. Bila dibandingkan dengan saat penagihan rekening air secara door to door dengan waktu yang sama, pembayaran rekening air pelanggan mencapai 80 persen dari total jumlah pelanggan 400 ribu pelanggan di Kota Medan.
“Namun risiko seperti ini harus diterima untuk menuju pelayanan yang semakin baik, dalam setiap transisi atau perubahan tentu saja akan terjadi kendala-kendala untuk menuju kesempurnaan,” tambahnya.
Disinggung mengenai nasib tenaga honor penagih rekening air selama ini, Thamrin menegaskan bahwa tidak akan ada pemutusan hubungan kerja akibat pemberlakuan pembayaran rekening air secara online namun pemutusan hubungan kerja bisa terjadi apabila Tenag Honor yang bersangkutan melanggar ketentuan dan aturan perusahaan.
Sistem pembayaran rekening air secara online mulai dipikirkan dan direncanakan sejak mencuatnya kasus rekening air di Koperasi PDAM Tirtanadi. Dari hasil pemeriksaan internal penagihan rekening air secara door to door banyak menimbulkan masalah, seperti ditemukannya rekening ganda, uang terpakai petugas penagih dan sebagainya.
Hal inilah yang membuat Manajemen PDAM Tirtanadi memutuskan untuk melakukan perbaikan pelayanan dengan memberikan kemudahan kepada pelanggan untuk melakukan pembayaran rekening air secara online di beberapa bank.
Sementara itu Sekretaris Dewan Pengawas Hardi Mulyono menyambut baik dan mendukung program ini sembari meminta Direksi PDAM Tirtanadi terus melakukan evaluasi untuk perbaikan pelayanan kepada pelanggan semaksimal mungkin.
“Sebagai Dewan Pengawas yang baru dilantik oleh Gubsu, salah satu tugas kami adalah memantau pembayaran sistem online yang mulai diterapkan PDAM Tirtanadi sejak November 2014 ini,” tegasnya.
Cacat Hukum
Sementara itu Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) menilai sistem pembayaran rekening air melalui perbankan dan jasa pos atau PPOB yang telah dijalin dan disepakati antara PDAM Tirtanadi dengan tujuh bank dan Kantor Pos secara normatif adalah ilegal atau cacat hukum.
Cacat menurut hukum sistem pembayaran itu disebabkan melanggar ketentuan Perda Nomor 10 Tahun 2009, Pasal 16 huruf h dan SK Gubsu Nomor 539/060/K/Tahun 2009 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja PDAM Tirtanadi jo Nomor 148/Kpts/2008 tentang Pengesahan SK Direksi, Pasal 6 Wewenang Direktur Utama ayat 3 dan 4.
Lewat siaran persnya, Rabu (26/11), Direktur LAPK Farid Wajdi menjelaskan, dari proses yang ada, mulai dari perjanjian kerja sama dan proses pembayaran dilaksanakan, gubernur pernah mengeluarkan persetujuan, dan dewan pengawas PDAM Tirtanadi pada saat perjanjian kerja sama ditandatangani, sedang dalam keadaan kosong (tidak ada).
Fakta lain yang dikesampingkan adalah yang memiliki kewenangan menandatangani perjanjian kerja sama dan ikatan hukum dengan pihak lain adalah direktur
Bagikan Berita Ini :
 
Support : Creating Website