Perambahan Hutan Dikhawatirkan Picu Longsor di Pohan Julu Siborongborong

Rabu, 23 Februari 20110 komentar

Perambahan Hutan Dikhawatirkan Picu Longsor di Pohan Julu Siborongborong
Hot:

TAPUT|OB – Penebangan liar yang marak terjadi di Kecamatan Siborongborong Taput menjadi buah bibir di kalangan tokoh masyarakat.

Sampai saat ini penebangan secara ‘membabi buta’ kerap dilakukan secara blak-blakan tanpa mempedulikan penebangan tersebut menyalahi aturan main tanpa ada Ijin Penebangan Hutan Tanah Milik (IPHTM) dan lari dari blok tebang serta menebang di kawasan terlarang.

Akhir-akhir ini, pembalakan liar di kawasan hutan di Pohan Julu Kedcamatan Siborongborong di kemiringan lebih dari 80 derajat kerap dilakukan, sehingga dikhawtirkan berpotensi mengakibatkan longsor.

Menurut informasi yang berhasil dihimpun di lapangan, bahwa salah seorang oknum pegawai pada Dinas Kehutanan Kabupaten Tapanuli Utara, bermarga Panjaitan diduga sebagai dalang penjualan kayu terhadap beberapa cukong kayu di Siborongborong.

Dalam UU No 41 Tahun 1999, tentang kehutanan jelas diatur aturan penebangan, apakah di kawasan hutan milik rakyat, termasuk mengenai kemiringan daerah yang akan ditebangi.

Hal ini terjadi pada dua lokasi di Desa Pohan Julu Kecamatan Siborongborong, yang dikenal dengan Lombang Rarat atau jurang. Saat ini kondisi jurang tersebut semakin bertambah luas akibat kondisi tanah yang sangat sensitif terhadap bencana longsor dan berbatasan langsung dengan kawasan hutan register.

Penebangan yang disinyalir liar tersebut berlangsung dari mulai Okteber 2010 hingga Desember 2011. Oknum berinisial GB yang berdomisili di Desa Paniaran Kecamatan Siborongborong Tapanuli Utara, walau ditentang oleh masyarakat sekitar bersama-sama dengan kepala desa, oknum GB tetap melakukan penebangan kayu log di areal tersebut dengan menggunakan alat berat.

Kepala Desa Pohan Julu, Horja Simanjuntak saat dihubungi terkait hal tersebut mengatakan, bahwa masyarakatnya sangat dirugikan atas penebangan tersebut.

Ia mengaku sudah berulangkali melakukan upaya untuk melarang berlangsungnya penebangan tersebut, namun tidak mendapat respon dari oknum GB.

“Saya sudah melarang mereka untuk menebang kayu di areal itu, namun mereka tetap saja memasukkan alat beratnya, bahkan saya menduga bahwa itu adalah penebangan liar yang tidak ada izinnya dari dinas kehutanan Kabupaten Tapanuli Utara,” katanya.

Salah seorang warga bermarga Simanjuntak yang sedang berupaya untuk memagar jalan masuk ke lokasi penebangan tersebut mengatakan bahwa masyarakat Desa Pohan Julu sangat menentang adanya pembalakan liar tersebut.

Berbeda halnya dengan oknum PS yang berdomisili di Desa Parik Sabungan Kecamatan Siborongborong, Tapanuli Utara. Menurut keterangan yang berhasil dihimpun di lapangan beberapa waktu lalu dari karyawan yang melakukan penebangan di lokasi DAM Pengendali di Dusun Pokki Desa Pohan Julu.

Menurutnya, warga hanya tahu bahwa kehadiran mereka untuk melakukan penebangan di kawasan tersebut atas suruhan seseorang yang kerap disebut, “Tokke i”.

Ditanya tentang siapa tokke tersebut, ia menyebutkan, nama yang berinisial PS. Menanggapi hal tersebut, Panjaitan, Kepala UPTD Kehutanan Kecamatan Siborongborong, saat ditanya wartawan melalui telephone selularnya justru memberikan tanggapan aneh.

Panjaitan menyuruh wartawan untuk pergi menemui seseorang yang diduga berperan sebagai pemodal atas aktivitas penebangan tersebut. “Dapothon hamu ma ibana, molo so olo mangalean, baru pe ribakhon hamu,” katanya.

Ketua LSM Suara Keadilan Rakyat Kabupaten Tapanuli Utara, Rudy Zainal Sihombing, SH mengatakan, hal tersebut sangat mustahil tidak diketahui oleh pihak Dinas Kehutanan dan Aparat Kepolisian, namun mungkin mereka sengaja membiarkan hal itu terjadi.

Modusnya mungkin mereka punya izin tebang di lokasi yang lain, sehingga izin tersebutlah yang dipakai sebagai tameng untuk melakukan penebangan pada blok tebang yang lain sekaligus SKSKB peruntukan Blok Tebang yang diberikan IPHTM tersebut digunakan untuk meloloskan hasil hutan yang illegal tersebut ke luar daerah.

“Ilegal logging hanya dapat dipraktekkan dengan sistem kerja yang terorganisir antara pengusaha, penerbit, dinas kehutanan, dan aparat kepolisian. Atas kejadian penebangan tersebut kadis kehutatan harus bertanggung jawab menganai penebangan tersebut,” katanya. [hmt/man]
Bookmark and Share
Bagikan Berita Ini :
 
Support : Creating Website