Medan(KN)
LSM Rakyat Beramanat minta KPK Segera tangkap dalng koruptor Komisi pengadaan dan pemasangan 29 unit mesin ekspeller first oil dan 25 unit ekspoller second oil pressing, renovasi dan modifikasi mesin ekspeller di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV, yang merugikan negara mencapai Rp 50 miliar di tahun anggaran 2009 tersebut.kata Aris Tarigan menimpali
Menurut Aris tidak ada alasan bagi KPK untuk mengulur waktu penyelidikan di perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Penanganan kasus ini dibutuhkan lebih cepat dilakukan agar pihak yang dilaporkan tidak menghilangkan barang bukti. Penyelidikan ini dapat diawali dengan melihat perbandingan harga pembelian mesin tersebut.
"Tidak sulit untuk mengungkap kasus korupsi tersebut. Lihat perbandingan harga yang dijual dari distributor perusahaan mesin ekspeller. Perbandingan harga ini bisa membuktikan indikasi korupsi di PTPN IV tersebut. Bukan rahasia umum lagi, pembengkakan harga pembelian barang dalam proyek di PTPN, memang sudah sering terjadi," katanya.
Menurutnya, lembaga antikorupsi lebih baik untuk mengusut kasus dugaan korupsi di PTPN IV tersebut. Lembaga ini diharapkan lebih cepat menangani kasus ini agar tidak didahului oleh Polri maupun Kejaksaan. Sebab, masyarakat lebih meyakini jika penanganan kasus itu oleh KPK. Selain itu, sering terjadi toleransi penanganan kasus dugaan korupsi jika ditangani Polri dan Kejaksaan.
Sebelumnya, Forum Komunikasi Lintas Lembaga Sumatera Utara (Forkaliga Sumut) melaporkan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV ke KPK, atas tuduhan melakukan korupsi dalam proyek pengadaan dan pemasangan 29 unit mesin ekspeller first oil pressing dan 25 unit ekspoller second oil pressing, renovasi serta modifikasi mesin ekspeller, sehingga negara mengalami kerugian yang ditotal mencapai Rp 50 miliar di anggaran tahun 2009.
"Modifikasi mesin ekspeller tersebut rencananya untuk meningkatkan rendemen palm kernel oil (PKO) dari 43 persen menjadi 45 persen di unit Pabatu. Namun, realisasi rendemen harian hanya berkisar 40 persen sampai dengan 41 persen. Bukan meningkat namun sama sekali tidak mencapai target," ujar pendiri Forkaliga Sumut, Budi Dharma.
Didampingi Sohib selaku Direktur Forkaliga Sumut, Budi mengatakan, ada indikasi penggelembungan dana dalam pembelian mesin ekspeller first oil pressing dan ekspoller second oil pressing tersebut. Penggelembungan harga ini terungkap setelah pihaknya melakukan pengecekan atas harga mesin yang dimaksud. Penggelembungan harga itu di atas empat kali lipat dari harga sebenarnya.
"Harga satuan mesin ekspeller pada surat perjanjian berkisar Rp 305 juta untuk setiap unitnya. Namun, setelah kami cek di harga pasaran, harga mesin ekspeller tersebut sekitar Rp 70 juta dan ditambah ongkos pengiriman sekitar Rp 10 juta. Total dana pembelian mesin tersebut seharusnya sekitar Rp 80 juta. Artinya, selisih harga dari perjanjian tersebut, berkisar Rp 225 juta," uangkapnya.
Direktur Forkaliga Sumut, Sohib menambahkan, kerugian negara dari pembelian mesin ekspeller tersebut, jika ditotal dari pembelian 54 unit mesin, keuntungan dari pihak yang menyelenggarakan proyek tersebut, utamanya Direktur Utama PTPN IV masa kepemimpinan Dahlan Harahap, bersama Direktur Produksi Balaman Tarigan, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Haslan Saragih, terhadap PT Sinar Indo Pelita, mencapai Rp 12,15 miliar.
"Kerugian dari PTPN IV akibat tidak tercapainya rendemen setelah mesin rendemen terpasang, dengan target rendemen sekitar 45 persen, dikurangi rendemen hanya tercapai 41 persen, hanya sekitar empat persen. Artinya, pengolahan untuk setiap harinya yang sekitar 400 ton setiap harinya dikali 365 hari, dan dikalikan harga rata - rata minyak PKO sama dengan Rp 36,5 miliar. Sehingga, total kerugian negara dari perusahaan di bawah naungan badan usaha milik negara (BUMN) tersebut, mencapai Rp 50 miliar," jelasnya.
Menurutnya, target produksi yang tidak memadai tersebut membuat PT Sinar Indo Pelita, sebagai perusahaan pemenang proyek berkat kepiawaian Hadi Burhan dan Hadiyanto alias Aseng, yang berkantor di Jl Timor Baru Medan. Mereka diduga bekerjasama dengan Dahlan Harahap, Balapan Tarigan dan Haslan Saragih, sebagai pengendali proyek di PTPN IV, untuk memalsukan kop surat pendukung dari perusahaan Muar ban Lee Sdn, Bhd, yang berkedudukan di Malaysia.
"Pihak yang disebutkan di atas tadi adalah sebagai orang paling bertanggungjawab atas kerugian negara tersebut. Mereka harus diproses oleh aparat penegak hukum, baik itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri maupun Kejaksaan. Tergantung pada institusi mana yang duluan melakukan pengusutan. Ada kasus korupsi lain yang juga terjadi di PTPN IV, kami tengarai telah merugikan negara mencapai miliaran. Kasus ini juga terjadi ketika mereka masih menjabat," sebutnya. (Jalodot)
LSM Rakyat Beramanat minta KPK Segera tangkap dalng koruptor Komisi pengadaan dan pemasangan 29 unit mesin ekspeller first oil dan 25 unit ekspoller second oil pressing, renovasi dan modifikasi mesin ekspeller di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV, yang merugikan negara mencapai Rp 50 miliar di tahun anggaran 2009 tersebut.kata Aris Tarigan menimpali
Menurut Aris tidak ada alasan bagi KPK untuk mengulur waktu penyelidikan di perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Penanganan kasus ini dibutuhkan lebih cepat dilakukan agar pihak yang dilaporkan tidak menghilangkan barang bukti. Penyelidikan ini dapat diawali dengan melihat perbandingan harga pembelian mesin tersebut.
"Tidak sulit untuk mengungkap kasus korupsi tersebut. Lihat perbandingan harga yang dijual dari distributor perusahaan mesin ekspeller. Perbandingan harga ini bisa membuktikan indikasi korupsi di PTPN IV tersebut. Bukan rahasia umum lagi, pembengkakan harga pembelian barang dalam proyek di PTPN, memang sudah sering terjadi," katanya.
Menurutnya, lembaga antikorupsi lebih baik untuk mengusut kasus dugaan korupsi di PTPN IV tersebut. Lembaga ini diharapkan lebih cepat menangani kasus ini agar tidak didahului oleh Polri maupun Kejaksaan. Sebab, masyarakat lebih meyakini jika penanganan kasus itu oleh KPK. Selain itu, sering terjadi toleransi penanganan kasus dugaan korupsi jika ditangani Polri dan Kejaksaan.
Sebelumnya, Forum Komunikasi Lintas Lembaga Sumatera Utara (Forkaliga Sumut) melaporkan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV ke KPK, atas tuduhan melakukan korupsi dalam proyek pengadaan dan pemasangan 29 unit mesin ekspeller first oil pressing dan 25 unit ekspoller second oil pressing, renovasi serta modifikasi mesin ekspeller, sehingga negara mengalami kerugian yang ditotal mencapai Rp 50 miliar di anggaran tahun 2009.
"Modifikasi mesin ekspeller tersebut rencananya untuk meningkatkan rendemen palm kernel oil (PKO) dari 43 persen menjadi 45 persen di unit Pabatu. Namun, realisasi rendemen harian hanya berkisar 40 persen sampai dengan 41 persen. Bukan meningkat namun sama sekali tidak mencapai target," ujar pendiri Forkaliga Sumut, Budi Dharma.
Didampingi Sohib selaku Direktur Forkaliga Sumut, Budi mengatakan, ada indikasi penggelembungan dana dalam pembelian mesin ekspeller first oil pressing dan ekspoller second oil pressing tersebut. Penggelembungan harga ini terungkap setelah pihaknya melakukan pengecekan atas harga mesin yang dimaksud. Penggelembungan harga itu di atas empat kali lipat dari harga sebenarnya.
"Harga satuan mesin ekspeller pada surat perjanjian berkisar Rp 305 juta untuk setiap unitnya. Namun, setelah kami cek di harga pasaran, harga mesin ekspeller tersebut sekitar Rp 70 juta dan ditambah ongkos pengiriman sekitar Rp 10 juta. Total dana pembelian mesin tersebut seharusnya sekitar Rp 80 juta. Artinya, selisih harga dari perjanjian tersebut, berkisar Rp 225 juta," uangkapnya.
Direktur Forkaliga Sumut, Sohib menambahkan, kerugian negara dari pembelian mesin ekspeller tersebut, jika ditotal dari pembelian 54 unit mesin, keuntungan dari pihak yang menyelenggarakan proyek tersebut, utamanya Direktur Utama PTPN IV masa kepemimpinan Dahlan Harahap, bersama Direktur Produksi Balaman Tarigan, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Haslan Saragih, terhadap PT Sinar Indo Pelita, mencapai Rp 12,15 miliar.
"Kerugian dari PTPN IV akibat tidak tercapainya rendemen setelah mesin rendemen terpasang, dengan target rendemen sekitar 45 persen, dikurangi rendemen hanya tercapai 41 persen, hanya sekitar empat persen. Artinya, pengolahan untuk setiap harinya yang sekitar 400 ton setiap harinya dikali 365 hari, dan dikalikan harga rata - rata minyak PKO sama dengan Rp 36,5 miliar. Sehingga, total kerugian negara dari perusahaan di bawah naungan badan usaha milik negara (BUMN) tersebut, mencapai Rp 50 miliar," jelasnya.
Menurutnya, target produksi yang tidak memadai tersebut membuat PT Sinar Indo Pelita, sebagai perusahaan pemenang proyek berkat kepiawaian Hadi Burhan dan Hadiyanto alias Aseng, yang berkantor di Jl Timor Baru Medan. Mereka diduga bekerjasama dengan Dahlan Harahap, Balapan Tarigan dan Haslan Saragih, sebagai pengendali proyek di PTPN IV, untuk memalsukan kop surat pendukung dari perusahaan Muar ban Lee Sdn, Bhd, yang berkedudukan di Malaysia.
"Pihak yang disebutkan di atas tadi adalah sebagai orang paling bertanggungjawab atas kerugian negara tersebut. Mereka harus diproses oleh aparat penegak hukum, baik itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri maupun Kejaksaan. Tergantung pada institusi mana yang duluan melakukan pengusutan. Ada kasus korupsi lain yang juga terjadi di PTPN IV, kami tengarai telah merugikan negara mencapai miliaran. Kasus ini juga terjadi ketika mereka masih menjabat," sebutnya. (Jalodot)